Rabu, 03 September 2014

Perjalanan Singkat di Bukittinggi - Padang (Jam Gadang dan Lobang Jepang)


Pengalaman perjalanan untuk kali pertama di  Kota Padang, kesempatan pertama dan waktu berkunjung yang sangat singkat, gue manfaatin buat berkunjung ke Kota Bukittinggi yaitu ke Jam Gadang dan Lobang Jepang. Singkat cerita, seneng bisa liat secara langsung Jam Gadang yang kata-katanya cuma ada 2 di dunia, jam yang modelnya kayak begini, 1 ada di London (Inggris) namanya Big Ben dan 1 ada di Kota Bukittinggi (Indonesia) namanya Jam Gadang.


Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "Jam Besar".
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.


Sejarah Singkat Jam Gadang


Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.

Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.

Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih.


Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.

Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.

Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.

Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.


Jam Gadang ("Jam Besar")


Andong / Dokar di Sekitar Komplek Jam Gadang

Setelah puas berkeliling di komplek Jam Gadang, gue sempetin buat berkeliling di sekitaran komplek Jam Gadang. Diantaranya ada Pasar Seni Kerajinan (Cocok buat beli oleh-oleh Khas Bukittinggi - Padang), Pasar Tradisional, dan Warung-Warung Nasi Kapau asli dari Bukittingi.

Kurang lengkap rasanya kalo dateng ke Padang/Bukittinggi, tapi belum cobain yang namanya Nasi Kapau. Kalo menurut gue, rasanya kurang lebih sama dengan Nasi Padang yang lainnya, hehe (ato guenya aja yg bukan penghobi makan Nasi Padang), tapi ga ada salahnya kalo dateng ke Bukittinggi silakan cobain Nasi Kapau yang ada di sekitar Pasar Tradisional di dekat komplek Jam Gadang.


Suasana Pasar Tradisional


Istana Bung Hatta di Sekitar Komplek Jam Gadang

Setelah puas dengan sajian Nasi Kapau, gue lanjut jalan ke Lobang Jepang, lama perjalanan sekitar 30 menit dengan menggunakan mobil. Pemandangan sepanjang jalan dari Jam Gadang menuju ke Lobang Jepang lebih banyak suasana pemandangan alam, jadi ga bosen deh nikmatin pemandangan sepanjang perjalanan.


Pintu Gerbang Komplek Lobang Jepang


Lobang Jepang Bukittinggi adalah salah satu objek wisata sejarah yang ada di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Lobang Jepang merupakan sebuah terowongan (bunker) perlindungan yang dibangun tentara pendudukan Jepang sekitar tahun 1942 untuk kepentingan pertahanan.

Sebelumnya, Lobang Jepang dibangun sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang, dengan panjang terowongan yang mencapai 1400 m dan berkelok-kelok serta memiliki lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus terdapat di terowongan ini, di antaranya adalah ruang pengintaian, ruang penyergapan, penjara, dan gudang senjata.


Selain lokasinya yang strategis di kota yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan Sumatera Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini merupakan jenis tanah yang jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan gempa yang mengguncang Sumatera Barat tahun 2009 lalu tidak banyak merusak struktur terowongan.

Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini. Pemilihan tenaga kerja dari luar daerah ini merupakan strategi kolonial Jepang untuk menjaga kerahasiaan megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri dikerahkan di antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan Pulau Biak.


Pusat Pagelaran Seni dan Budaya di Komplek Lobang Jepang


Monyet Liar di Sekitar Komplek Lobang Jepang

1 komentar: